Pandemi Covid-19 Picu Anjloknya Harga Komoditi

Indonesia adalah negara yang dikenal dan dijuluki sebagai negara penghasil sumber daya alam yang sangat melimpah, sumber daya alam yang sering dilirik oleh negara lain yaitu dari segi hasil pertaniannya. Tapi, saat ini dunia diserang oleh suatu virus mematikan khususnya di Indonesia, virus ini dikenal dengan nama covid-19. Hadirnya virus ini membuat para petani harus mengatur strategi bagaimana jalannya agar proses pertanian tidak terhalang oleh virus ini. Pandemi Covid-19 Picu Anjloknya Harga Komoditi


Masa pandemi virus corona banyak membuat permasalahan dikalangan para petani, sejak adanya wabah ini beberapa hasil pertanian masyarakat mengalami anjlok harga dan membuat para petani resah karena penghasilan yang didapatkan dari hasil pertaniannya sangat kecil bahkan tidak mendapat keuntungan (kembali modal). Pandemi Covid-19 Picu Anjloknya Harga Komoditi


Sejak adanya wabah virus corona Ini telah terjadi banyak perubahan yang berdampak pada masyarakat indonesia khususnya kepada masyarakat kelas menengah kebawah yang berprofesi sebagai petani sehingga hal itu menjadi keresahan yang perlu dilirik oleh pemerintah untuk membuat suatu upaya agar hasil pertanian masyarakat tidak mengalami anjlok harga. Sebab, anjloknya harga pertanian berdampak pada pendapatan dan kesejahteraan petani karena petani mengandalkan beberapa komoditas pertanian tersebut untuk kelangsungan hidupnya.


Hampir semua hasil pertanian di Indonesia mengalami anjlok harga mulai dari komoditi pangan, hortikultura hingga komoditi perkebunan. Hal ini terjadi akibat salah satu dampak yang ditimbulkan oleh pandemi adalah harga cabai yang sangat fluktuatif, sejak dikeluarkan peraturan tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam hal ini guna mempercepat pemutusan mata rantai penyebaran covid-19. Anjloknya harga tersebut disebabkan karena sulitnya pengiriman cabai kepasaran luar daerah khususnya ke perusahaan yang menjadi tengkulak cabai terbesar. Sama halnya yang terjadi pada hasil pertanian jagung yang juga mengalami anjlok harga selama pandemi.

Related Article  Kesiapan Petani Menyambut New Normal

Hal ini di sebabkan karena permintaan biji jagung yang kurang di pasaran. Begitu pula yang terjadi pada hasil pertanian kakao yang mengalami anjlok harga disebabkan karena banyaknya biji kakao yang tersedia di seluruh dunia serta permintaan kakao masih turun karena adanya peraturan PSBB.


Pengepul yang biasanya mengambil kakao ke pabrik di Makassar juga sudah tidak pernah lagi ke desa kami karena wabah ini. Memasarkan hasil Pertanian kakao kami gampang, cuma harganya yang tidak normal ini merugikan sekali, pengusahan jepang biasanya datang langsung kesini. Tetapi, selama 3 bulan ini sudah tidak pernah datang kembali, ungkap Abdul khalik kepada SariAgri.


Anfal Utama Habibi, pengusaha kakao di wilayah kota Makassar ini biasanya mengempul kakao dari sejumlah daerah di Sulawesi, kini menghentikan sementara jual beli kakao karena harga yang terus merosot di tengah pandemi corona ini. “Susah sekarang, karena masalahnya bukan hanya di Indonesia melainkan dunia, jadi kami pengempul juga kalau sudah beli hasil pertanian untuk diekspor dengan harga normal namun di komuditi ekspornya tidak bisa dipasarkan karena perusahaan pengolah kakao kini tutup beroprasi”, ungkap Anfal pada SariAgri.

Selama masa pandemi Virus Corona hampir semua komoditi hasil bumi anjlok, hasil dan turunannya coklat diekspor ke Cina. (Usman Muin/SariAgri Sulawesi Selatan). Jadi, Untuk saat ini petani berinisiatif menyimpan hasil panen tahun ini selama beberapa bulan kedepan, menunggu harga normal dan situasi kembali membaik.


Anjloknya harga komoditas pertanian sangat merugikan petani di tengah pandemi, petani yang menjadi tumpuan harapan sebagai produsen penyedia pangan bagi kelangsungan hidup masyarakat di tengah pandemi justru terancam mengalami kerugian yang berakibat pada ketidakmampuan membeli bibit dan memperbarui tanaman mereka. Padahal masyarakat tetap membeli dengan harga yang normal dan cenderung meningkat di pasaran swalayan. Pada masa pandemi ini petani kecil tidak memiliki akses terhadap pasar yang luas, sehingga hasil produksi pertaniannya hanya dijual seadanya di pasar lokal dengan harga yang murah.

Related Article  Replanting; Solusi Tingkat Produktivitas Sawit


Faktor penyebab penurunan harga komoditas pertanian


Pertama pembatasan transportasi dan ekonomi akan menganggu sistem pertanian yang berjalan di Indonesia. Diperkirakan 80 persen konsumem di negara berkembang terutama perkotaan mengandalkan pasar atau dari tempat lain untuk sumber pangan mereka, sehingga dengan diterapkannya pembatasan sosial dan transportasi akan menganggu pendistribusian tersebut (CSIS,2020). Hal ini tentu saja dapat meningkat dengan di keluarkan beberapa kebijakan untuk mengurangi penyebaran COVID-19, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah di Indonesia.

Penutupan perbatasan yang berimbas pada lambatnya proses distribusi pertanian juga mempengaruhi kualitas kesegaran produk pertanian yang berakibat pada penurunan harga komoditas pertanian di sejumlah wilayah di Indonesia.


Kedua, COVID-19 ini menyebabkan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal atau kehilangan pekerjaan secara bersama-sama. Menurut Suryani Motik, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia bidang UMKM, korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi COVID-19 bisa mencapai 15 juta jiwa (CNN Indonesia, 2020). Fenomena kehilangan kerja secara massal mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat serta permintaan pasar yang dapat berimbas pada komoditas pertanian yang semakin tertekan.


Ketiga, berbagai aktivitas sosial masyarakat yang berdampak ekonomi terhenti seperti hajatan, kumpul-kumpul, serta silaturahmi yang biasanya hampir setiap akhir pekan dilakukan, sehingga permintaan bahan makanan semakin menurun.


Melihat kondisi keresahan para petani dikala pandemi khususnya petani jagung, cabai dan kakao menjadi tugas pemerintah bagaimana supaya harga pertanian kembali normal dan untuk itu pemerintah harus mampu menumbuhkan semangat para petani dalam menciptakan sumber daya alam yang mempunyai ciri khas tersendiri serta mempunyai kualitas yang luar biasa. Selain itu, sesuai dengan anjuran FAO adalah pemerintah dapat mendorong masyarakat untuk membeli bahan makanan pada produsen-produsen kecil, sehingga harga cenderung stabil dan meminimalisir permainan harga ditingkat distributor.

Related Article  5 Langkah Kementan Jelang Tahun Baru

Penulis : Rosdiati


Referensi:

detiknews
Wartaekonomi.co.id
Sariagri.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *