Masa Depan Blue Economy Indonesia

Konsep Ekonomi biru (bahasa Inggris: blue economy) adalah rancangan optimalisasi sumber daya air yang bertujuan untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui berbagai kegiatan yang inovatif dan kreatif dengan tetap menjamin usaha dan kelestarian lingkungan. Istilah ekonomi biru pertama kali diperkenalkan pada 2010 oleh Gunter Pauli melalui bukunya yang berjudul The Blue Economy: 10 years – 100 innovations – 100 million jobs. Ekonomi biru menerapkan logika ekosistem, yaitu ekosistem yang menuju tingkat efisiensi yang lebih tinggi untuk mengalirkan nutrien dan energi tanpa limbah untuk memenuhi kebutuhan dasar semua kontributor dalam suatu sistem. Selanjutnya, ekonomi biru berfokus pada inovasi dan kreativitas yang meliputi keragaman produk, efisiensi sistem produksi, dan penataan sistem manajemen sumber daya

Ekonomi biru adalah kegiatan yang pro ekosistem. Limbah keluaran dari kegiatan perikanan harus berada dalam kondisi yang tidak mencemari lingkungan tanah maupun perairan umum. Baik dari limbah kimia maupun limbah organik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada habitat dan kehidupan ekosistem. Oleh sebab itu, perlu adanya ilmu dan teknologi dalam persoalan limbah. Jika hal ini dapat terealisasi maka ekonomi biru yang terintegrasi dengan program industrialisasi perikanan akan semakin berhasil dan memajukan sektor perikanan yang ada di Indonesia.

Sejak diratifikasinya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa. Kebijakan pembangunan ekonomi kelautan sebagai pembangunan ekonomi kelautan dengan model ekonomi biru demi terwujudnya Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasis kepentingan nasional. Ekonomi biru terus berjalan dan selalu dikaitkan dengan pengembangan wilayah pesisir. Konsep ekonomi biru sama dengan konsep ekonomi hijau yaitu ramah lingkungan dengan berfokus kepada negara berkembang yang memiliki wilayah laut, yang biasa disebut dengan Small Island Development States (SIDS). Dalam hal ini ekonomi biru diarahkan untuk menanggulangi masalah kelaparan, mengurangi kemiskinan, menciptakan biota laut yang berkelanjutan, mengurangi risiko bencana di wilayah pesisir, serta mitigasi dan adaptasi dalam perubahan iklim.

Indonesia dalam penerapan konsep ini mengungkapkan fakta bahwa Indonesia mempunyai berbagai potensi sangat besar dan melimpah namun tidak tercermin dalam kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir. Terdapat banyak nelayan yang hidup di bawah garis kemiskinan dengan kondisi lingkungannya yang mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan karena kapasitas untuk akses pekerjaan yang lebih baik merupakan alasan beberapa para nelayan yang tetap ingin bertahan. Ditambah lagi, bantuan pemerintah berupa kapal Inka Mina, misalnya, banyak masalah kendala dalam operasionalisasinya. Hasil tangkapan para nelayan tradisional juga sangat terbatas karena peralatan yang dipakai dibandingkan dengan perusahaan penangkap ikan yang mempunyai kapal dan peralatan lebih canggih yang membuat nelayan tradisional kalah dalam bersaing, beberapa nelayan kemudian memutuskan untuk berhenti mencari ikan dan menjadi buruh nelayan pada perusahaan ikan yang secara ekonomi tidak membuat mereka lebih baik. Dengan keterbatasan pengetahuan dan dengan ditambah tekanan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari menyebabkan aspek ekologi menjadi terabaikan. Penggunaan sarana dan prasarana penangkapan ikan, seperti bom, potas dan pukat harimau, cenderung merusak keanekaragaman hayati dan biota laut .

Kondisi realitas tersebut membuat konsep ekonomi biru secara garis besar dapat dijadikan stimulan untuk mengintegrasikan sistem pemulihan lingkungan dengan peningkatan tingkat kesejahteraan para pelaku ekonomi biru

Kondisi realitas tersebut membuat konsep ekonomi biru secara garis besar dapat dijadikan stimulan untuk mengintegrasikan sistem pemulihan lingkungan dengan peningkatan tingkat kesejahteraan para pelaku ekonomi biru. Konsep tersebut dapat menjadi langkah mitigasi dan juga upaya restrukturisasi sistem utamanya sektor pengelolaan kelautan dan perikanan. Pasalnya, keberlanjutan sektor kelautan dan perikanan Indonesia tidak hanya dapat dilihat dari potensi kelautan sebagai sumber komoditas ekonomi saja, namun juga menekankan pada menjaga kelestarian lingkungan hidup di ekosistem bahari.

Related Article  Pentingnya Sistem Ketelusuran Jejak Kapal

Blue Economy adalah suatu sistem ekonomi yang berbasis pada jasa ekosistem laut yang juga berfokus pada perluasan kesempatan sosial dan pengurangan limbah terhadap lingkungan. Terdapat 8 sektor dalam ekonomi biru, yaitu perikanan berkelanjutan, perlindungan laut, pemulihan keanekaragaman hayati dan ekosistem, penanganan limbah, energi terbarukan laut, penanggulangan bencana dan pengurangan risiko, bioteknologi kelautan, turisme, serta teknologi kelautan. Guna menerjemahkan konsep tersebut dan sebagai bentuk dukungan Indonesia terhadap konsep Ekonomi Biru dan Pembangunan Berkelanjutan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), bersama dengan United Nations Development Programme (UNDP) dan Archipelagic Island States (AIS) Forum telah menyusun rancangan Blue Financing Strategic Document. Blue Financing Strategic Document merupakan panduan umum pembiayaan biru yang dapat menjadi dasar dalam melakukan pemilihan proyek biru, dan dapat mendefinisikan instrumen-instrumen keuangan biru yang relevan terhadap sektor publik dan swasta. Pada kesempatan yang sama telah disusun pula SDGs Government Securities Framework (SDGs Framework) sebagai bagian dalam proses penerbitan SDGs Bond dan merupakan perkembangan dari Green Bond/Sukuk Framework yang sudah ada. Kerangka tersebut akan mengakomodir blue financing / blue economy dengan penambahan narasi terkait kelautan indonesia serta penambahan keterangan potensi penerbitan Blue Bonds/Sukuk sebagai thematic bonds. Namun, hingga saat ini belum terdapat pricing benefit (daftar manfaat harga) dalam penerbitan green sukuk serta perlu ada pembagian pengelolaan agar tidak tumpang tindih antar K/L.

Dampak Ekonomi Biru

Saat ini Indonesia masih dalam perjalanan untuk memantapkan konsep ekonomi biru.  Utamanya dalam rangka pemulihan dan transformasi ekonomi pasca pandemi Covid-19, Indonesia perlu memiliki pendekatan baru dan mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Blue Economy adalah salah satu jawabannya, dengan potensi ekonomi yang perlu dioptimalkan, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 65 persen total luas negara Indonesia berupa laut. Dalam buku Blue Economy Development Framework for Indonesia’s Economic Transformation atau Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru untuk Transformasi Ekonomi di Indonesia yang disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas bersama Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) sebagai acuan pemangku kepentingan dalam mendefinisikan ekonomi biru sebagai mesin baru pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan dan inklusif. Mengungkapan Potensi ekonomi konsep  Blue Economy yang dapat diperkirakan mencapai USD 1,33 miliar dan mampu menyerap 45 juta lapangan kerja baru.

Related Article  Kesiapan Petani Menyambut New Normal

Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru ini merupakan penjabaran dari amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Indonesia (RPJPN) 2005-2025, khususnya mewujudkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang berdaulat, maju, dan tangguh melalui pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Indonesia (RPJMN) 2020-2024 yang menekankan pentingnya pengelolaan kelautan dengan baik untuk mencapai agenda pembangunan berkelanjutan.

Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru juga mendukung inisiatif global dalam pencapaian Agenda 2030 on Sustainability Development Goals, khususnya Tujuan 14: Melestarikan dan Memanfaatkan Secara Berkelanjutan Sumber Daya Kelautan dan Samudra untuk Pembangunan Berkelanjutan serta mendukung Tujuan 7: Akses Energi yang Terjangkau, Berkelanjutan dan Modern untuk Semua, Tujuan 8: Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan, Kesempatan Kerja yang Produktif dan Menyeluruh, serta Pekerjaan yang Layak untuk Semua, Tujuan 9: Infrastruktur, Industri Inklusif dan Berkelanjutan, serta Inovasi, dan Tujuan 17: Kemitraan Global untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Manfaat dari pengembangan ekonomi biru adalah kelestarian keanekaragaman hayati laut dan ekosistem laut dan pesisir, serta mata pencaharian yang berkelanjutan, utamanya bagi masyarakat pesisir. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjalankan pemulihan biru pasca pandemi Covid-19 (Blue Recovery) dan mendorong transisi dari upaya ekstraktif menjadi penciptaan nilai tambah dan produktivitas. Ekonomi biru juga merupakan ruang untuk menciptakan inovasi dan kreativitas baru, baik pada sektor yang sudah ada maupun yang sedang berkembang, sehingga ekonomi biru dapat menjadi penggerak peningkatan kesejahteraan yang inklusif. Transisi Indonesia ke ekonomi biru juga diharapkan menjadi model pengembangan industri berbasis kelautan yang berkelanjutan yang mengurangi ketergantungan ekonomi pada sektor ekstraktif.

Penyusunan Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru ini menerapkan pendekatan yang terintegrasi dan komprehensif, mengingat ekonomi biru ini meliputi berbagai sektor dan lintas pelaku. Oleh sebab itu, pengembangan ekonomi biru membutuhkan sinergi antar aktor dan sektor untuk dapat menangani beberapa peluang dan tantangan dalam mencapai keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir untuk menciptakan kesejahteraan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

Related Article  Pengelolaan Hasil Perikanan Di Tengah Pandemi CoViD-19

Upaya Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas dalam penyusunan Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru untuk Transformasi Ekonomi Indonesia ini mendapat dukungan dari banyak pihak utamanya OECD dan Pemerintah Swedia. Kolaborasi ini akan dilanjutkan dalam perumusan Peta Jalan Pembangunan Ekonomi Biru untuk Indonesia, dan kemudian menjadi salah satu agenda pembahasan Development Working Group di G20 mendatang. Selain itu Ekonomi biru juga mampu membuka peluang investasi dan lapangan kerja serta mendongkrak perekonomian nasional sebagaimana yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang memiliki tiga fokus program 2021-2024 yakni penangkapan terukur, budidaya yang berorientasi ekspor dan kampung bahari yang berbasis kearifan lokal. KKP sendiri bekerjasama salah satu startup yakni Aruna untuk membantu proses bisnis menjadi lebih efisien dan meringkas mata rantai proses rantai pasokan sambil mencatat transaksi harian dalam hal pengoptimalan data serta implementasi artificial intelligent/AI di masa depan untuk penangkapan ikan berkelanjutan.

Adapun isu hangat mengenai blue economy juga akan menjadi topik pembahasan pada agenda G20 mendatang. Isu blue ekonomi akan menjadi fokus saat KTT G20 mendatang, mengingat laut merupakan sumber ekonomi dan konservasi alam yang sangat besar. Laut mempunyai serapan karbon lima kali lipat lebih besar dibandingkan dengan serapan karbon di daratan. Selain itu, Indonesia juga akan mengusulkaan untuk perluasan zone konservasi di laut untuk diperlebar, selain tentang permasalahan pulau-pulau terluar yang masih menjadi sengketa antar negara.  Konsep blue ekonomi selanjutnya akan didorong menjadi skema ekonomi berkelanjutan dunia

Referensi

[1]Dorong Ekonomi Biru dan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia, Pemerintah Susun Rancangan Dokumen Strategis Biru (maritim.go.id)

[2]Ekonomi biru – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

[3]Bappenas Luncurkan Blue Economy Development Framework For Indonesias Economic Transformation | Kementerian PPN/Bappenas