Pandemi covid-19 yang belum berakhir mencatat angka penularan yang terus meningkat khususnya di Indonesia. Segala upaya dan strategi kini telah diterapkan untuk memutus rantai penyebaran virus tersebut namun hingga saat ini belum sampai pada hasil yang diinginkan bersama. Dengan adanya pandemi covid-19 ini membuat sejumlah Rumah Sakit di Indonesia memproduksi sampah lebih banyak khususnya limbah medis karena menangani pasien covid-19 dengan pelayanan lengkap. Limbah medis sendiri berarti barang-barang bekas dari pelayanan kesehatan seperti masker, suntikan bekas, botol infus, baju pelindung dan sebagainya. Bahaya Limbah Medis Akibat Pandemi Covid-19
Ditengah wabah sekarang ini salah satu pembahasan urgen harus diperhatikan adalah sampah khususnya di Indonesia. Kiranya masyarakat bersyukur dengan adanya covid-19 ini sampah komersil yang sering kita jumpai di pinggir jalan atau disungai kini menurun dengan drastis karena kurangnya aktivitas manusia, namun disisi lain dunia kesehatan saat ini memproduksi sampah lebih banyak dimana sampah yang dihasilkan berkategori limbah B3 yang berbahaya bagi lingkungan lebih-lebih lagi kesehatan manusia. Limbah B3 itu sendiri bersifat beracun, korosif (mudah terbakar), mudah meledak, reaktif dan infeksius (dapat menularkan penyakit) sehingga pengolahan limbah yang tepat harus diterapkan untuk menangani limbah medis tersebut. Bahaya Limbah Medis Akibat Pandemi Covid-19
Penghasil limbah medis saat ini dalam suasana pandemi bukan hanya hadir dari rumah sakit melainkan dari instansi kesehatan lainnya seperti puskesmas dan klinik hingga sampai ke rumah tangga. Karantina mandiri dirumah sendiri yang diperuntukkan untuk ODP dan PDP menyebabkan rumah tangga juga menjadi salah satu penyumbang limbah medis berbahaya bagi lingkungan dimana limbah tersebut bersifat infeksius sehingga sangat berbahaya dan bisa menyebabkan penularan baru kasus tertular covid-19. Sebelum adanya covid-19 kita ketahui persoalan limbah belum terlalu di perhatikan sebab sering kali kita jumpai limbah medis ini dipinggir jalan, tempat pembuangan sampah terbuka dan di sungai dimana hal itu dapat menimbulkan pencemaran bagi lingkungan utamanya air dan udara.
Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) pengolahan limbah disetiap rumah sakit menjadi salah satu solusi untuk menghadapi permasalahan ini utamanya dalam situasi seperti sekarang ini begitupula untuk Puskesmas dan klinik kesehatan sebab dalam UU no 13 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup pasal 59 mengatakan bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengolahan limbah B3 yang dihasilkannya. Jika merujuk pada aturan tersebut maka sudah semestinya ada sanksi bagi instansi kesehatan yang tidak menerapkan prosedur tersebut sebagai penghasil limbah B3. Akan tetapi realitanya dari 2.852 rumah sakit di Indonesia cuma 96 diantaranya yang dilengkapi dengan insenerator pengolahan limbah B3 Sebagian lainnya mengandalkan badan usaha pengolah limbah medis yang mengelola limbah medis B3 baru ada lima di Jawa dan satu di Kalimantan, dengan kapasitas pengolahan sebanyak 151,6 ton per hari menurut data Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia (IESA).
Sampai saat ini belum ada data jumlah limbah medis B3 setelah adanya covid-19 namun prediksi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan melonjak 30 persen dimana laporan Menteri, keseharian November 2019 mencatat 296 ton limbah medis perhari dari 2.852 rumah sakit, 9.909 puskesmas, dan 8.841 klinik sehingga jumlah limbah medis bisa mencapai sekita 384 ton perhari. Namun jika kita melihat lonjakan limbah medis di Cina mencapai 6 kali lipat sejak adanya Corona dimana setiap orangnya menyumbangkan 14,3 kg perhari, jika data ini menjadi patokan untuk dikalikan dengan jumlah Kasus positif Corona di Indonesia akan sangat membengkak sebab prediksi jumlah Corona di Indonesia tergolong tinggi. Limbah medis tersebut semakin meningkat beriringan dengan kebutuhan obat serta APD (alat pelindung diri) yang terus meningkat untuk melawan pandemi ini, hal tersebut diperunyam karena sifat dari bahan tersebut hampir semua satu kali pakai utamanya APD seperti masker, suntikan, botol, baju media dan seterusnya.
Badan usaha yang mengelola limbah medis tergolong banyak di Indonesia namun banyak pula diantaranya memiliki izin tidak jelas serta penanganan yang tidak jelas. Limbah medis yang harusnya dihancurkan justru disimpan bagi barang bernilai ekonomis untuk dijadikan bahas bisnis selanjutnya. Selain itu pemerintah sampai masyarakat akan berhadapan dengan lonjakan limbah medis dengan adanya pandemi covid-19 ini. Kebutuhan alkes semakin tinggi ditambah kasus untuk ditangani juga semakin meningkat, hal ini menjadi corong terbukanya peningkatan limbah medis semakin membengkak maka untuk menangani hal tersebut membutuhkan peran setiap seluruh masyarakat Indonesia.
Pemerintah saat ini dalam menanggapi hal tersebut melalui kementerian lingkungan hidup dan kehutanan mengeluarkan surat edaran Tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19). Hal ini tentunya harus penjadi perhatian bagi seluruh rumah sakit di Indonesia utamanya rumah sakit rujukan penanganan covid-19 untuk menerapkan SOP tersebut. Aturan ini dinilai baik tinggal eksekusi implementasi lapangan yang harus diperbaiki. Dalam hal edukasi masyarakat Indonesia belum terlalu mengetahui mengenai hal ini begitupula terkait aturan yang ada utamanya edukasi bagi ODP dan PDP saat ini menjalani karantina mandiri sebab sampah medis seperti masker, botol, bungkusan obat semua bersifat infeksi agar tidak dibuang sembarangan. Pemahaman kepada masyarakat juga merupakan hal penting untuk di lakukan pemerintah atau instansi kesehatan melihat prilaku sebelum adanya Corona yang biasanya membakar sampah secara terbuka dengan mencampur sampah medis dengan sampah komersil padahal untuk limbah medis mempunyai prosedural tertentu dalam penanganannya. Dilain sisi melihat banyaknya pemulung-pemulung yang bersentuhan langsung dengan sampah entah itu sampah sampah komersil ataupun limbah medis merupakan hal berbahaya, olehnya itu pengadaan tempat sampah perlu ditingkatkan untuk tempat sampah khusus limbah medis terkhusus bagi pasien yang menjalani karantina mandiri di rumah dan jika perlu disetiap rumah sebab saat ini semua warga Indonesia membutuhkan alat kesehatan untuk mencegah penularan virus sehingga limbah medis akan terus ada.
Pengetahuan dasar tentang bagaimana cara memperlakukan limbah medis B3 ini harus ditanamkan kepada masyarakat umum seperti pemilahan atau mengelompokkan jenis-jenis limbah medis yang dijumpai lalu mengemasnya dengan baik, selanjutnya diserahkan oleh pihak yang mengolah limbah tersebut dalam hal ini pemerintah harus turut andil mengingat sifat limbah medis yang ada.
Selain itu penerapan aturan dari pemerintah mulai dari UU yang mengikat hingga aturan dari kementerian perlu penegasan implementasi untuk diterapkan disetiap instansi kesehatan diseluruh Indonesia sebab situasi sekarang ini mewajibkan setiap instansi kesehatan perlu adanya sistem pengolahan limbah medis seperti pengadaan insenerator atau autoclave sebagai alat yang mengolah limbah medis tersebut.
Peningkatan jumlah limbah medis yang berbahaya ini akan berbanding lurus dengan peningkatan kasus positif Corona yang dihadapi Indonesia saat ini, olehnya itu kedisiplinan akan terputusnya rantai penyebaran covid-19 ini harus tetap diperhatikan. Edukasi dan pemahaman tentang tata kelola dari limbah tersebut juga perlu disosialisasikan, maka dari itu kebersamaan dengan segala wewenang dan upaya yang dimiliki seluruh lapisan masyarakat harus ikut berkontribusi untuk memutus rantai penyebaran kasus covid-19 di Indonesia.
Penulis : Yusran