Pemerintah dikabarkan bakal melakukan program penanaman tumpang sari padi gogo di lahan sawit rakyat. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono membeberkan, bahwa pihak Kementerian Pertanian (Kementan) meminta para pengusaha sawit untuk segera merealisasikan program penanaman padi gogo di lahan sawit yang tengah diremajakan.
Menurut Eddy, mandat tersebut dianggap Kementan sebagai upaya untuk membantu produksi beras nasional yang saat ini tengah mengalami krisis akibat dampak El Nino. “Kami kemarin dipanggil Kementan, gapki juga diminta untuk membantu ketahanan pangan beras dengan melakukan tumpang sari [padi gogo] di dalam peremajaan sawit rakyat,” ujar Eddy dalam konferensi pers, dikutip Rabu (27/2/2024).
Eddy mengatakan, di tahap pertama penanaman direncanakan bakal dilakukan di Kalimantan Selatan pada Kamis pekan ini. Namun, menurutnya rencana itu bakal tertunda dari pihak Kementan. “Jadi sebenarnya, penanaman hari Kamis ini ke kalsel, tapi pak mentan tiba-tiba enggak bisa jadi ditunda tapi kita sudah siapkan penanamanya di Batu Licin,” kata Eddy.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bustanul Arifin mengatakan, penanaman padi gogo tidak bisa serta-merta diandalkan sebagai alternatif sumber penyediaan beras nasional. Musababnya, produktivitas padi gogo dianggap lebih rendah dari pada padi di lahan sawah. Namun, penanaman padi gogo tumpang sari di lahan sawit yang baru diremajakan dianggap bisa menjadi sumber pemasukan petani sawit selagi menunggu tanaman kelapa sawit mulai menghasilkan. “Padi gogo produktivitasnya masih rendah, kira-kira paling tinggi 4 ton per hektare, rata-rata 1-2 ton per hektar. Mungkin kita enggak bisa berharap itu menjadi alternatif sumber penyediaan beras,” ujar Bustanul dalam kesempatan yang sama.
Sebelumnya, Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori mengatakan, surplus produksi beras yang diprediksi terjadi pada Maret 2024 tidak serta-merta dapat menurunkan harga beras. Musababnya, BPS memproyeksikan surplus produksi beras pada Ramadan itu hanya sekitar 0,97 juta ton. Adapun, Indonesia telah mengalami defisit beras selama delapan bulan berturut-turut sejak Juli 2023. Minimnya surplus produksi pada bulan depan, kata Khudori, berisiko meningkatkan persaingan di kalangan pelaku usaha penggilingan semakin kompetitif. Apalagi, permintaan saat Ramadan dan Idulfitri cenderung tinggi. Kondisi itu dipastikan akan membuat harga semakin sulit untuk turun.