Laju pertumbuhan penduduk tidak seimbang dengan laju pertambahan lahan pertanian. Akibatnya, jumlah petani gurem dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,50 ha bertambah dari 10,80 juta rumah tangga petani (RTP) pada tahun 1993 menjadi lebih dari 15 juta RTP pada 2010. Selain itu, konversi lahan, degradasi lahan dan air, perubahan iklim, dan kerusakan lingkungan menjadi kendala utama dalam pembangunan pertanian di masa yang akan datang. Apabila konversi lahan dapat ditekan 60.000 ha/tahun dan sawah baru bertambah 67.700 ha/tahun maka luas lahan yang dibutuhkan untuk mempertahankan swasembada beras dan pangan lainnya sampai tahun 2020 secara kumulatif mencapai 1,61 juta ha atau 6,08 juta ha hingga tahun 2050. Untuk lahan kering diperlukan perluasan sekitar 11,75 juta ha menjelang tahun 2050. Apabila kebutuhan energi juga akan dipasok dari bahan baku pangan (jagung, kedelai, ubi kayu, tebu, kelapa, kelapa sawit) maka lahan yang dibutuhkan makin luas. Potensi Ketersediaan Lahan Mendukung Ketahanan Pangan
Berdasarkan sifat biofisik, lahan yang sesuai untuk pertanian dan saat ini belum dimanfaatkan mencapai 30,67 juta ha dan 8,28 juta ha di antaranya sesuai untuk sawah. Lahan tersebut belum diketahui status kepemilikannya, tetapi sebagian besar (20,40 juta ha) berada di kawasan hutan (hutan produksi, hutan konversi, HPH) dan 10,30 juta ha berada di kawasan budi daya pertanian. Selain dengan perluasan, pemanfaatan lahan perlu dioptimalkan melalui intensifikasi, peningkatan intensitas tanam (IP200, IP300, IP400), pengembangan inovasi teknologi, perbaikan pengelolaan DAS, konservasi tanah dan air, serta perlindungan lahan terhadap konversi, penelantaran, dan degradasi.
Beberapa upaya atau strategi untuk memanfaatkan sumber daya lahan yakni upaya optimalisasi sumber daya lebih produktif, perluasan areal dengan memanfaatkan lahan potensial, percepatan penyiapan dan penyediaan regulasi pertanian, menghindari alih fungsi lahan secara besar, dan inventarisasi lahan potensial yang ada saat ini
Produksi bahan pangan utama sebagian besar dihasilkan dari lahan sawah, terutama di Jawa. Laju konversi lahan sawah intensif di Jawa dan kota-kota besar selama dua dekade terakhir tidak dapat diimbangi dengan laju pencetakan sawah baru di luar Jawa. Kedua hal tersebut akan mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Oleh karena itu, selain mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan dan menerapkan berbagai teknologi untuk mendukung P2BN, konversi lahan harus dapat dikendalikan dan pencetakan sawah baru terus ditingkatkan. Pada tahun 2050, untuk memenuhi kebutuhan pangan, secara kumulatif diperlukan perluasan areal sawah seluas 6,08 juta ha dan lahan kering 11,75 juta ha. Ketersediaan Lahan Mendukung Ketahanan Pangan
Lahan yang sesuai untuk pertanian dan sampai saat ini belum dimanfaatkan (terlantar) seluas 30,67 juta ha dan 8,28 juta ha di antaranya sesuai untuk sawah. Lahan tersebut belum diketahui status kepemilikannya, tetapi sebagian besar (20,4 juta ha) berada di kawasan hutan (hutan produksi, hutan konversi, HPH) dan 10,30 juta ha di kawasan budi daya pertanian. Lahan terlantar yang berada di kawasan budi daya pertanian, meskipun belum dimanfaatkan, telah ada pemiliknya sehingga sulit dijadikan kawasan pe-ngembangan pertanian. Pengembangan berbagai komoditas pertanian akan meningkatkan persaingan kebutuhan lahan.
Dengan adanya UU PLPPB, diharapkan lahan terlantar dapat dimanfaatkan secara optimal.Pemanfaatan lahan potensial untuk perluasan areal pertanian harus sesuai dengan peruntukannya. Kawasan untuk pertanian lahan basah dan lahan kering tanaman pangan semusim harus dimanfaatkan untuk tanaman pangan dan hortikultura. Komoditas penghasil bioenergi nonpangan dan perkebunan diarahkan pada lahan kering potensial untuk tanaman tahunan. Pemanfaatan lahan terlantar perlu diiringi dengan pengembangan varietas yang mempunyai daya adaptasi tinggi pada lahan suboptimal.
Referensi :
Mulyani, Anny. 2011. Potensi Dan Ketersediaan Sumber Daya Lahan Untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 30(2).