Bisnis penanaman pohon industry yang dikelola oleh PT. Sumitomo Forestry Indonesia yang merupakan anak perusahaan Sumitomo Forestry Group kini memperluas aset lahan hutan industri. PT. Sumitomo Forestry Indonesia merupakan unit bisnis yang bergerak pada 2 bidang, salah satunya adalah Kayu dan Bahan Bangunan. ,Sumitomo Forestry Co Ltd (Sumirin) kini telah telah merampungkan proses akuisisi sekitar 100.000 hektar aset hutan industri dan hak bisnis di Kalimantan Barat pada tanggal 9 Desember 2020 lalu. Pengembangan Aset Hutan Industri
Komitmen Sumirin adalah Langkah untuk memperluas bisnis disektor kehutanan berskala besar. Langkah perluasan nantinya akan menerapkan metode pengelolaan tingat air tanah kelas dunia. Model pengelolaan yang akan diterapkan akan berupaya menjaga stabilisasi air tanah dan juga meningkatan produksi kayu serta tetap berada pada koridor pelestarian lingkungan. Saat ini wilayah Kelola grup Sumirin kini telah mencapai 155.000 hektar lahan. Untuk mengoptimalkan pola kinerja korporasi, Grup ini juga mengelola lahan Bersama WSL (PT Wana Subur Lestari) / MTI (PT Mayangkara Tanaman Industri) yang merupakan perusahaan dalam negeri yang terkonsolidasi untuk penguatan sistem pengeloaan hutan.
Dilansir data yang ada, Sumirin telah mendapat hak Kelola dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait “Izin Usaha Penanaman Kayu dan Pemanfaatan Hasil Hutan Industri” sejak tahun 2010. Izin tersebut bekerjasama dengan salah satu perusahaan pengelola hutan dan manufaktur kayu lapis Indonesia Alas Kusuma Group (ALAS) dan WSL. Proses alihdaya operasi bisnis PT. Kubu Mulia Forestry (KMF) kepada PT. Wana Subur Lestari adalah penyatuan proyek bisnis penanaman pohon industry berskala besar dengan pembelian aset hutan dan hak usaha PT. Bina Silva Nusa (BSN). Hal tersebutlah yang menjadikan lokasi usaha grup Sumirin bertambah menjadi 155.000 ha.
Upaya alih daya ini difokuskan unutk meningkatkan produktivitas penanaman dan pelestarian ekosistem. Upaya alihdaya ini dilakukan juga dengan peningkatan rasio akuisisi bisnis. Proses akuisisi saham dimulai dari kepemilikan saham 50 persen oleh Sumirin & ALAS, 80 % untuk WSL dan 76 % untuk MTI yang sama-sama saling terkonsolidasi. Dengan langkah yang dilakukan semua korporasi yang terlibat bertujuan untuk saling menguatkan dalam proses pelestarian hutan. Utamanya proses pengelolaan lahan gambut yang mempunyai ekosistem berharga dan berperan dalam akumulasi karbon global dan sirkulasi air. Adapun teknik yang akan dilakukan dalam teknik pengembangan hutan lestari adalah proses distribusi air tanah. Air muka tanaman gambut akan dialirkan konvensional dengan sistem drainase yang memanfaatkan gravitasi bumi. Begitupula dengan pengelolaan air ada Kawasan ketinggian akan dibuatkan pemodelan dengan penetapan hutan waduk. Adapun untuk kawasan zonasi perkebunan, kawasan penyangga, dan kawasan lindung akan difokuskan pada peningkatan sektor ekonomi dan pengendalian emisi gas rumah kaca dan kebakaran hutan.
Saat ini pula semua korporasi yang terlibat akan menerapkan konsep berkelanjutan dengan pemanfaatan teknologi yakni satelit dan drone untuk akses informasi Kawasan hutan. Selain itu upaya juga dilakukan bersama pemerintah dalam berkonstribusi dalam perubahan iklim dengan Conference of the Parties to the Climate Change Framework Convention (COP23, COP24, COP25). Sebagai negara dengan Kawasan gambut yang terbilang luas, Indonesia punya posisi strategis dalam kampanye mitigasi kerusakan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Pengembangan Aset Hutan Industri