Islam setiap tahunnya mempunyai satu bulan yang unik dimana menjadi budaya bagi pemeluknya yaitu bulan suci Ramadhan. Dalam syariat islam bulan ramadhan merupakan bulan suci yang kemudian ummatnya diwajibkan untuk berpuasa. Bukan keluhan tapi justru bulan ramadhan disambut dengan meriah oleh seluruh pemeluknya diseluruh dunia termasuk Indonesia. Pesta kecil-kecilan lingkup keluarga digelar menyambut bulan tersebut atau sibuk persiapan mental untuk melalui kesucian ramadhan dan tentunya semua perayaan menyambut bulan suci ramadhan di sambut dengan makanan. Menelisik Budaya Melonjaknya Harga Pangan Saat Ramadhan
Masuknya bulan suci ramadhan menandakan melonjaknya permintaan pangan dipasar terutama di Indonesia sebagai negara dengan jumlah ummat muslim terbanyak di dunia. Hampir secara keseluruhan disebabkan oleh permintaan komsumsi rumah tangga untuk menyambut bulan suci ramadhan, hal ini memberikan implikasi melonjaknya harga pangan dipasar namun pelonjakan harga yang terjadi saat sudah dianggap biasa sebab setiap tahunnya terjadi jika bulan memasuki bulan ramadhan.
Kebiasaan justru sudah menjadi budaya di masyarakat Indonesia meskipun tetap masih ada yang dirugikan seperti masyarakat kelas bawah yang kurang mampu membeli harga pangan dan bisa menjadi peluang kecurangan harga dipasar. Melonjaknya harga pangan dibulan suci ramadhan tentu tidak terjadi begitu saja namun ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut. Secara umum faktor tersebut berasal dari dua sumber yaitu dari petani itu sendiri dan bersumber dari di pasar.
Petani dalam menyambut bulan ramadhan tentunya ikut gembira sebab datangnya ramadhan berdampingan dengan datangnya permintaan pangan yang tinggi, namun dalam menyikapi hal tersebut petani justru terkendala oleh masalah produksi lahan garapannya dalam artian produksi petani secara umum belum sanggup memenuhi semua permintaan yang tiba-tiba melambung dibulan ramadhan. Hal tersebut disebabkan oleh faktor yang mempengaruhi kekuatan produksi petani seperti cuaca dan volume petani untuk komoditas tertentu.
Seringkali mendekati ramadhan cuaca kurang mendukung petani yang membuat produksi pangan mengurang karena petani produksi kurang optimal, selain itu juga karena variasi waktu panen petani yang kurang tetap sasaran. Artinya waktu panen tidak bersamaan dengan datangnya bulan ramadhan, hal ini berkaitan juga dengan cuaca yang menentukan waktu tanam yang tepat bagi petani. Begitupula dengan kemampuan petani menyediakan volume pangan untuk kebutuhan sebab masih ada beberapa komoditi pangan yang di impor seperti daging-dagingan. Keseluruhan itu membuat jumlah pangan dibulan ramadhan sering tidak mencukupi kebutuhan sehingga meningkatkan harga dipasar.
Stok bahan pangan merupakan salah satu faktor utama meningkatnya harga dibulan ramadhan. Sedangkan dari aspek pasar justru ditemui persoalan yang lebih kompleks dibandingkan dari aspek hulu yaitu petani. Aktor-aktor pelaku pasar dalam hal ini pengusaha (pedagang) menyambut ramadhan tentu juga gembira akan tetapi banyak pelaku yang justru memanfaatkan momen untuk mengais pundi-pundi rupiah. Melihat tingginya permintaan saat memasuki bulan ramadhan menjadi peluang bagi para pedagang untuk bermain ditingkat harga, peluang tersebut kemudian dijadikan momen untuk meningkatkan harga secara sepihak oleh pedagang.
Harga Eceran Tertinggi (HET) tidak lagi menjadi acuan untuk menjual produk pangan dan masyarakat pun mau tidak mau tetap membeli sebab kedatangan ramadhan tidak bisa ditunda. Bahan pangan pokok seperti daging, bumbu dapur (cabai dan bawang), beras, sayur dan buah tertentu serta minyak goring adalah bahan pangan yang sering kita jumpai melambung tinggi harganya. Pedagang pasar yang meningkatkan harga pun bervariasi penyebabnya saat dijumpai dilapangan.
Ada yang secara sengaja, ada yang memang dari hulu atau harga ditingkat petani sudah tinggi dimana petani juga melakukan hal yang sama dan ada pula persoalan kurangnya stok serta kendala proses pendistribusian. Proses pendistribusian bahan pangan dari petani sampai ke pasar kerap menjadi persoalan perihal penyediaan stok pangan, istilah penimbunan bahan pangan bersumber dari alur lalu lintar barang dari petani ke pasar. Hal tersebut sering kita jumpai dilapangan bahwa ada beberapa daerah beragam komoditi yang memiliki harga tinggi.
Persoalan pasar merupakan faktor pemicu utama dalam mekonjaknya harga bahan pangan saat bulan ramadhan bahwa timbul berbagai spekulasi yang dilakukan oleh para pedagang. Dari hal tersebut bisa disimpulkan bahwa ramadhan memberi dampak yang besar bagi pasar. Berbagai penelitian terkait penyebab tingginya harga pangan dibulan ramadhan bermunculan, salah satunya penelitian dengan judul REAKSI ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY TERHADAP RAMADHAN EFFECT yang ditulis oleh Syarifatul A’immah Suhadak dan Raden Rustam Hidayat mengungkapkan besarnya dampak ramadhan bagi pasar.
Istilah ramadhan effect dalam jurnal penelitian tersebut mempersentasekan bahwa terjadi kelainan pasar dibulan ramadhan karena memaksa konsumen untuk membeli meski tidak dibarengi dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Investor menjadikan bahan buruan bulan ramadhan sebagai salah satu momen jangka pendek yang sangat menguntungkan bagi pelaku usaha. Penelitian lain mengaitkan dengan terjadinya inflasi yang berpengaruh bagi perkembangan ekonomi nasional, namun jika melihat pengalaman bahwa momen yang membudaya ini tidak terjadi dalam kurung waktu yang lama dimana akan berakhir bersamaan dengan berakhirnya momen ramadhan.
Prediksi terjadinya inflasi tentunya perlu pengawasan, peran pemerintah sebagai pengawas tetap harus dioptimalkan sebab meski terjadi dalam kurang waktu yang singkat tetap terjadi kerugian dan memunculkan berbagai keluhan dari masyarakat. Grafik peningkatan harga pun ditemu beragam artinya tidak terjadi grafik linier secara signifikan. Menurut riset Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) bahwa ada tiga fase tren peningkatan harga pangan saat ramadhan.
Fase pertama terjadi ketika sebelum memasuki ramadhan dimana masyarakat dalam mempersipkan diri memasuki ramadhan memiliki tingkat kebutuhan yang besar sehingga memicu tingginya harga dipasar. Peningkatan harga biasanya terjadi H-3 sampai maksimalnya H+7 ramadhan. Setelah harga akan mulai norma kembali sampai kepada menjelang idul fitri, dari situ pula memasuki fase kedua yaitu saat mendekati hari raya idul fitri. Menyambut hari kemenangan itu tidak kala ramainya dan justru lebih ramai saat menjelang masuknya ramadhan sehingga lebih tinggi dibanding peningkatan pertama awal ramadhan. Setelah itu peningkatan fase ketiga saat setelah idul fitri sampai sekitar seminggu sebab idul fitri adalah momen kumpul keluarga dengan berbagai hidangan makanan dan oleh-oleh yang menjadi budaya ummat islam untuk merayakan hari kemenangan tersebut.
Bulan ramadhan tentunya memberikan banyak manfaat terutama bagi pedagang mulai dari pedagang kaki lima sampai pelaku usaha besar. Momen ramadhan adalah budaya spesial setiap tahunnya yang memberikan berkah bagi banyak orang, namun jika dibiarkan begitu saja tentunya memiliki bias negatif yang dapat merugikan bahwa ada oknum yang memanfatkan momen suci ini untuk berlaku kecurangan yang merugikan masyarakat dan tentunya dapat mengganggu kestabilan ekonomi nasional. Pengawasan dan kesadaran dalam menjalani momen suci ini perlu ditingkatkan agar menjadi kesadaran bersama supaya saling menguntungkan segala pihak mulai dari petani, pedagang, konsumen sampai negara. Sebab sejatinya bulan suci ramadhan memberi manfaat bukan memberi beban. Menelisik Budaya Melonjaknya Harga Pangan Saat Ramadhan
Penulis : Yusran