Desakan sejumlah pihak terkait Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan yang dituntut oleh sejumlah kalangan agar segera direvisi. Perpes ini dinilai oleh banyak kalangan kurang memberi kepastian hukum terkait beberapa pokok perkara yang spesifik. Keberadan beberapa pasal yang multi interpretasi dan terjadi tumpang tindih regulasi. Ada beberapa problematika dasar, misalnya hak penguasaan atas lahan sawit, petani sawit harus memastikan bebas dari sengketa. Penentuan Kawasan Hutan Tuai Masalah
Pasal 5
(1) Penguasaan tanah dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikuasai dan dimanfaatkan untuk:
a. permukiman;
b. fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial;
c. lahan garapan; dan/atau
d. hutan yang dikelola masyarakat hukum adat.
Penjelasan pasal 5 pada Perpres tersebut menjelaskan objek yang yang dapat dimanfaatkan dalam proses pemanfaatan kawasan hutan.
Pasal 4
(1) Penguasaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi kriteria:
a. bidang tanah telah dikuasai oleh Pihak secara fisik dengan itikad baik dan secara terbuka;
b. bidang tanah tidak diganggu gugat; dan
c. bidang tanah diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau kepala desa/kelurahan yang bersangkutan serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.
(2) Penguasaan tanah dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas:
a. bidang tanah yang telah dikuasai dan dimanfaatkan dan/atau telah diberikan hak di atasnya sebelum bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan; atau
b. bidang tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan setelah bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan.
Pada pasal 4 Perpres inilah yang banyak menuai pro kontra, salah satunya adalah proses yang dilakukan KLHK dalam proses penentuan kawasan hutan. Beberapa pengamat menilai bahwa proses penentuan kawasan hutan masih belum memiliki dasar yang jelas, sehingga ada kemungkinan besar untuk mencatut lahan dengan sepihak dan sewenang-wenang dari pemerintah. Hal tersebut justru menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat dan dapat menyebabkan kerugian.
Sejumlah pihak menilai bahwa ada kekeliruan dalam proses penentuan kawasan hutan. Ada prosedur yang semestinya dilakukan, namun tidak dipertegas dalam Perpres. Hal tersebutlah yang kemudian dapat menimbulkan konflik agraria. Desakan kepada pemerintah banyak muncul dari pengusaha sawit yang memang terdampak dari aturan yang ada, misalnya dalam kebijakan replanting sawit yang tidak bisa dilakukan karena tumpang tindih aturan. Penentuan Kawasan Hutan Tuai Masalah