Jakarta – Pemerintah menargetkan implementasi program biodiesel dengan campuran 50% bahan nabati (B50) akan dilakukan tahun 2026 mendatang.
Untuk mencapainya, Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendorong peningkatan produktivitas kelapa sawit nasional. Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma Kementan Baginda Siagian menjelaskan, tanpa peningkatan produktivitas, pasokan bahan baku minyak sawit mentah (CPO) untuk kebutuhan energi domestik bisa tertekan di masa depan.
“Produktivitas rendah itu menjadi tantangan utama. Bisa karena benih dari sumber tidak jelas, penerapan GAP yang rendah, dan adanya serangan OPT. Ini ancaman besar buat kita semuanya,” ungkap Baginda, dalam acara 21st Indonesian Palm Oil Conference and 2026 Price Outlook (IPOC) di Nusa Dua, Bali pada Kamis (13/11).
Menurut Baginda, produksi sawit nasional diproyeksikan hanya akan mencapai 52 juta ton CPO pada 2029, jika produktivitas tidak meningkat.
Di sisi lain, kebutuhan dalam negeri, termasuk untuk biodiesel, akan terus bertumbuh seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan program energi terbarukan pemerintah.
Dengan demikian, tanpa adanya peningkatan produktivitas, Indonesia akan menghadapi dilema antara kebutuhan domestik dan ekspor.
“Apakah kita harus mengorbankan kebutuhan dalam negeri supaya kita bisa mengurangkan ekspornya? Saya tidak yakin dengan itu. Mengurangi ekspor banyak dampaknya, salah satunya terhadap devisa negara,” kata Baginda.
Menghadapi hal tersebut, Kementan pun mendorong peremajaan sawit rakyat (PSR) dan intensifikasi lahan sebagai strategi peningkatan produktivitas di industri kelapa sawit.
