KLHK Dorong Pengembangan Lahan Kering Sumbawa Lewat Agroforestry

Pemerintah Kabupaten Sumbawa mendapat perhatian serius dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait pengelolaan lahan kering dan kawasan hutan yang cukup luas namun belum optimal dimanfaatkan.

Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) RKPD Kabupaten Sumbawa Tahun 2025 yang digelar di La Grande Sumbawa Grand Hotel, Selasa (10/6/25), Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Ditjen PSKL KLHK, Julmansyah S.Hut, menekankan pentingnya strategi inovatif untuk menjawab tantangan produktivitas lahan dan kelangkaan air yang kian mengancam ketahanan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

“Luas lahan kering yang ada saat ini mencapai 130.735 hektare dalam kawasan hutan dan 68.378 hektare di luar kawasan hutan. Kita butuh peta kesesuaian tanaman agar potensi ini bisa dioptimalkan,” ujar Julmansyah di hadapan peserta Musrenbang di antaranya Bupati dan Wakil Bupati Sumbawa.

Ia menjelaskan bahwa Sumbawa menghadapi tantangan serius berupa produktivitas lahan yang rendah serta kelangkaan air, terutama akibat kerusakan sumber daya air. Hal ini berdampak langsung pada pertanian dan peternakan sebagai tulang punggung ekonomi masyarakat.

“Nenek moyang kita bukan pelaut, mereka petani. Ketika air tersedia dan lahan subur, maka kesejahteraan bisa dicapai,” tegasnya.

Mantan Pj Bupati Sumbawa Barat ini memperkenalkan pendekatan agroforestry atau kebun campur sebagai alternatif berkelanjutan dibandingkan model pertanian monokultur seperti jagung yang selama ini mendominasi.

“Dengan agroforestry, cukup tanam sekali dan bisa panen berkali-kali sepanjang tahun. Akar tanaman juga menyimpan air tanah, menyerap CO2, dan menciptakan hawa sejuk,” jelasnya.

Model kebun campur ini telah terbukti di beberapa daerah, seperti durian di Lombok Utara dan alpukat di Lampung. Petani didorong untuk mandiri melalui persemaian sendiri dan tidak tergantung pada pembibitan eksternal.

Related Article  KLHK dan Komisi IV DPR RI Gelar Diskusi Percepatan Pengembangan Nilai Ekonomi Karbon di Indonesia

KLHK bersama Pemda Sumbawa telah merancang sejumlah langkah konkret, di antaranya pembangunan Nursery Hub permanen di Kebun Bangkong serta penguatan kapasitas kelompok tani lahan kering dan perhutanan sosial. Distribusi bibit akan dilakukan melalui program Desa Hijau dan Desa Proklim. Pelatihan pembuatan bibit berkualitas juga akan difasilitasi melalui alokasi OPD Kabupaten.

Tidak hanya itu, pemerintah juga membuka ruang kolaborasi luas, menggandeng universitas, NGO, perusahaan tambang, tambak, hingga lembaga internasional untuk memperkuat perlindungan dan pemanfaatan hutan.

Menyinggung pengelolaan hutan, Julmansyah memberikan alternatif. Yakni, melalui dokumen Integrated Area Development (IAD), Pemkab Sumbawa dapat terlibat aktif dalam pengelolaan hutan meski bukan kewenangannya langsung. Hal ini telah diterapkan di Kabupaten Madiun dan menjadi model kolaborasi perlindungan hutan antara pusat dan daerah. Namun tantangan pembiayaan masih menjadi ganjalan.

“Kapasitas fiskal Sumbawa terbatas, kita harus kreatif mencari alternatif pembiayaan. Pemerintah pusat sedang hadapi beban utang besar, ini harus jadi pertimbangan dalam menyusun RPJMD,” imbuh Julmansyah.

Ia menutup paparannya dengan mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bergerak bersama, mengembangkan sistem pertanian ramah iklim, meningkatkan daya beli masyarakat, dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Pulau Sumbawa.