Momentum Hari Tani Nasional diperingati setiap tanggal 24 September yang bertepatan pada Kamis kemarin baru saja berlalu. Tema Hari Tani Nasional tahun 2020 sebagaimana yang diusung SPI (Serikat Petani Indonesia) adalah “Meneguhkan Reforma Agraria untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan”. Momen Hari Tani Baru Saja Berlalu, PR Besar Menanti
Salah satu konsentrasi utama dalam momen HTN adalah reforma agraria. Presiden Joko Widodo memasukkan reforma agraria dan kedaulatan pangan sebagai program prioritas dalam Nawa Cita (sembilan program prioritas). Program reforma agraria dan kedaulatan pangan pun kembali dilanjutkan Presiden Joko Widodo pada periode kedua pemerintahannya, bersama Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin, tahun 2019-2024. Kedua hal tersebut termasuk di dalam Visi Indonesia Maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong sebagai visi pembangunan Indonesia ke depannya.
Program reforma agraria yang menjadi prioritas pemerintah mencakup banyak hal mulai penyertifikatan tanah, menentukan titik koordinat pertanahan yang tepat, hingga penyediaan bank tanah. Bila ini sukses akan mengurangi sengketa pertanahan hingga memudahkan investasi.Pemerintah melalui Kementerian Agraria Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjadikan program reforma agraria sebagai salah satu program utama kementerian. Reforma agraria perlu dilakukan untuk menata pertanahan sehingga mencapai beberapa tujuan dan yang utama yaitu memberikan kepastian hukum dalam bidang pertanahan.
Asas kepastian hukum di bidang pertanahan sangat penting untuk segala aspek dan bukan hanya legalitas semata. Dengan adanya kepastian hukum di sektor pertanahan, artinya ada kepastian bagi investor dalam membuat keputusan. Karena itu dalam hal memberikan kepastian hukum dalam bidang pertanahan, Kementerian ATR/BPN terus mempercepat pendaftaran tanah di seluruh Indonesia. Targetnya pada tahun 2025 mendatang seluruh bidang tanah di wilayah hukum Indonesia telah terdaftar dan bersertifikat.
Bila seluruh bidang tanah sudah terdaftar dan bersertifikat dengan koordinat yang tepat, bagi yang berkepentingan akan bisa melihat letak tanahnya dengan lebih akurat. Termasuk berapa luasnya, titik koordinat, status lagalitas hukum, dan lainnya sehingga proses transaksi yang akan dilakukan bisa lebih mudah. Proses pendaftaran terkait kepentingan pengembangan, bisnis, maupun pembangunan juga akan menjadi lebih mudah karena ada kejelasan dan kepastian dari status tanahnya. Hal ini juga akan memudahkan pekerjaan di kantor-kantor pertanahan sehingga bisa memangkas birokrasi yang panjang.
Adapun tujuan lain dari penataan pertanahan yaitu menyelesaikan sengketa pertanahan yang masih sering terjadi. Saat ini sangat banyak sengketa tanah akibat dari berbagai faktor salah satunya yaitu karena koordinat yang tidak tepat hingga peran teknologi yang kurang mendukung.
Hal-hal seperti ini yang tengah ditata oleh Kementerian ATR/BPN sehingga dengan kombinasi antara penyertifikatan dan pendaftaran pertanahan, berbagai masalah sengketa pertanahan akan lebih mudah penyelesaiannya karena status tanah yang lebih jelas. Penertiban ini juga artinya sekaligus memerangi mafia pertanahan sehingga bisa lebih memberikan kepastian hukum.
Selain hal tersebut, dalam usulan di RUU Cipta Kerja diperkenalkan konsep bank tanah untuk mengurangi ketimpangan kepemilikan dan penguasaan atas tanah. Bank tanah tersendiri dimaksudkan untuk memberikan justifikasi atas tanah yang tak bertuan dan tanah yang habis masa berlakunya. Adapun nantinya bank tanah tersebut akan ditujukan untuk membangun rumah rakyat dan sebagai lahan untuk pengembangan pertanian.
Tantangan Reforma Agraria
Saat ini tantangan reforma agraria masih sangat besar. Dari data yang ada, Ketimpangan struktur penguasaan dan konflik agraria masih kerap terjadi. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, monopoli kekayaan agraria terjadi hampir di semua sektor kehidupan rakyat. Dari seluruh wilayah darat Indonesia, 71 persen dikuasai korporasi kehutanan, 16 persen oleh korporasi perkebunan, 7 persen oleh para konglomerat, sisanya baru rakyat kecil, yaitu 4 persen wilayah darat Indonesia. Pada tahun 2019, menurut catatan KPA, telah terjadi 279 letusan konflik agraria dengan luasan wilayah konflik mencapai 734.239,3 hektar. Jumlah masyarakat terdampak konflik agraria tahun ini sebanyak 109.042 KK yang tersebar di 420 desa, di seluruh provinsi di tanah air. Dalam rentang waktu tersebut, KPA juga mencatat sedikitnya 455 petani dikriminalisasi/ditahan; 229 petani mengalami kekerasan; dan 18 orang petani tewas di medan konflik agraria. Sedangkan reformasi agraria jalan di tempat.
Penjabaran data diatas mengindikasikan trend konflik agraria masih sangat tinggi. Jika ditinjau sebabnya ada dua faktor yang signifikan memicu ledakan konflik agraria. Pertama, pendekatan represif yang dilakukan oleh polisi dan militer dalam penanganan konflik agraria. Kedua, diskriminasi hukum/ pendekatan hukum positif (legal formal). Cara pandang yang kedua ini seringkali melahirkan tuduhan pemerintah kepada masyarakat korban sebagai kelompok yang anti-pembangunan dan kriminal. PR besar pemerintah adalah bagaimana mempercepat penerapan reforma agraria secara massif dengan regulasi yang bersahabat. Regulasi yang menjunjung tinggi kedaulatan petani. Momen Hari Tani Baru Saja Berlalu, PR Besar Menanti
Referensi :
Keputusan Presiden RI No. 169 Tahun 1963 tentang Hari Tani.