Penyebaran wabah Covid-19 di Indonesia belum juga teratasi, sampai saat ini 25/04/2020 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 8.607 positif Corona, 1.042 dinyatakan sembuh dan 720 orang dinyatakan meninggal. Hal itu memyebabkan banyak sektor mengalami gangguan dalam menjaga stabilitas negara salah satunya persoalan pangan dimana Indonesia dan seluruh negara di dunia kini menyambut momen datangnya bulan suci Ramadhan. Covid-19 Sambut Ramadhan Dengan Lonjakan Harga
Dalam suasana bulan ramadhan tentunya pangan menjadi penting untuk dibahas mulai dari persediaan pangan sampai kondisi harga pangan. Namun hal ini pasti berbeda dengan Ramadhan sebelum-sebelumnya sebab Ramadhan kali dibarengi dengan adanya pandemi covid-19 yang menimbulkan banyaknya kekhawatiran dalam pikiran masyarakat.
Indonesia sendiri dalam menanggapi ketersediaan pangan dibulan Ramadhan cukup optimis dan meyakini bahwa pasokan pangan akan cukup sampai hari raya idul Fitri, mulai dari persediaan beras Bulog sebesar 3,5 juta ton saat ini ditambah panen raya sampai bulan mei mulai dari petani padi dan jagung sampai petani hortikultura seperti sayur-sayuran relatif dapat tercukupi untuk kebutuhan konsumsi selama bulan Ramadhan.
Tapi dengan adanya covid-19 persoalannya kini terletak pada stabilitas harga dan hasil panen para petani. Melihat data mulai dari Februari sampai masuknya Ramadhan di bulan April harga pangan varietas favorit mengalami kenaikan sehingga pasar pun mengalami panic buying. Kondisi seperti ini terjadi karena stabilitas harga pangan yang tidak terkendali.
Kondisi harga diberbagai wilayah pasar tradisional Indonesia kini mulai liar, harga normal kini jarang ditemui semua mengalami kenaikan. Mulai dari beras yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia mengalami kenaikan tajam tembus Rp11.900 dimana harga normal Rp7.900 versi Bulog, disusul harga bawang merah naik 10,6% dari harga Rp37.150 per kg menjadi Rp41.110 per kg. Selain itu pusat informasi harga pangan strategis (PIHPS) mencatat harga cabai tembus Rp49.150 per kg dari harga Rp42.900 per kg, daging ayam dari harga Rp29.450 per kg menjadi 30.200 per kg. Selain harga gula pasir pun ikut melonjak dari harga acuan ketetapan Permendag Rp12.500 per kg menjadi 18.350 per kg di pasar.
Melihat kondisi lonjakan harga diatas menjadi perhatian penting bagi pemerintah pusat saat ini ditengah covid-19 karena sampai saat ini harga belum bisa dikendalikan dengan normal. Namun anehnya para petani kita menjerit karena harga hasil panen yang murah, hal ini terjadi karena adanya covid-19 menyebabkan banyaknya akses pasar yang hilang sehingga hasil panen para petani terpaksa menjualnya dengan murah sebab jika di simpang mengalami kerusakan.
Hilangnya akses pasar mengakibatkan proses distribusi oleh petani mengalami macet atau bahkan beberapa petani kita diwilayah tertentu sulit mendapatkan akses pasar. Dengan keadaan seperti para tengkulak pun beraksi dengan negosiasi harga sampai harga minim namun para petani tidak bisa berdaya sebab akses pasar yang hilang. Covid-19 Sambut Ramadhan Dengan Lonjakan Harga
Misalnya harga cabai hanya berkisar Rp7.000-10.000 per kg dari tangan petani ketangan para tengkulak, ayam dari peternak di jual seharga Rp6.000-9.000 per kg padahal padahal HPP ayam sebesar Rp18.200 per kg, sementara untuk padi dan jagung sebagian wilayah normal dan sebagian pula menjerit. Harga padi relatif normal kisaran Rp4.200 per kg karena kebutuhan beras semakin tinggi namun harga jagung diwilayah Sulawesi Selatan mengalami penurunan dari harga normal Rp3.500 sampai 1.800 per kg.
Persediaan pangan ditengah kondisi sekarang relatif aman karena jumlah pasokan pangan Indonesia mendapat bantuan dari kebijakan pemerintah dengan relaksasi impor dan larangan ekspor dari kementerian perdagangan Indonesia. Hal tersebut dapat menjamin kesediaan kebutuhan konsumsi masyarakat dalam menjalani ibadah puasa di bulan ramadhan kali ini.
Namun jika pemerintah lebih konsentrasi terhadap kebijakan tersebut maka kemungkinan impor akan membengkak dan hasil panen para petani akan terabaikan. Kita ketahui Indonesia saat ini sedang panen raya mulai bulan April sampai Mei, dengan kondisi seperti maka para petani akan mengalami kesusahan di tambah harga input budidaya pertanian juga mengalami kenaikan.
Stabilitas harga haruslah segera ditangani ditengah kondisi serba terbatas sekarang ini, sebab melihat banyaknya kini masyarakat Indonesia yang kehilangan pekerjaan dan mengalami penurunan pendapatan akan berkorelasi dengan harga pangan yang mahal. Survei Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa indeks kondisi ekonomi (IKE) saat ini mengalami penurunan yang disebabkan dengan keterbatasan lapangan kerja dan pendapatan yang relatif kurang mencukupi.
Hal diatas dapat menimbulkan implikasi habisnya tabungan sebagian besar masyarakat Indonesia jika tentang waktu kondisi harga pangan seperti itu, dibulan Ramadhan sampai hari raya idul Fitri biasanya kita dapati bahwa kebutuhan masyarakat lumayan tinggi, oleh karena itu keadaan semakin mengkerut jika hal ini sukar teratasi. Tapi bukannya persoalan harga, melainkan persoalan pandemi covid-19 itu sendiri, pemeriksaan belum bisa memberi kepastian kapan berakhirnya dan warga pun hanya bisa berandai kapan selesainya kondisi ini.
Akar dari keruwetan yang dialami saat ini karena penanganan covid-19 yang berlarut, para petani petani sebagai penyuplai terbesar untuk persediaan pangan justru tercekik dengan harga hasil panennya, disisi lain harga dipasar langsung untuk konsumen mengalami kenaikan harga. Berat sebelah pun terjadi antara petani dengan pedangan langsung ke konsumen, ada yang untung dan ada rugi, ada yang terbebani oleh kondisi saat ini dan ada pula yang memanfaatkan kondisi seperti ini.
Kebutuhan masyarakat saat menjalani ibadah puasa akan tercukupi namun daya beli disertai harga mahal hingga akses sebab social dan physical distancing harus diterapkan oleh setiap individu sampai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang kini sudah berlaku dibeberapa kota besar Indonesia. Ramadhan kali ini pun akan nampak sangat berbeda sebab covid-19 ini akan membabat pasar eceran pinggir jalan penjual jajanan khas Ramadhan dimana hal itu menjadi penghasilan besar bagi masyarakat dan banyak pula masyarakat akan kehilangan momen dari apa yang dihadapi sekarang ini.
Langkah-langkah kebijakan pemerintah saat ini menjadi faktor utama menciptakan optimisme masyarakat dalam melawan pandemi covid-19 apalagi dibulan suci ramadhan tentunya pemerintah harus meliriknya dengan teliti terutama kebutuhan dasar masyarakat yaitu masalah makanan pokok.
Oleh karena itu kementerian pertanian dengan kementerian perdagangan Indonesia harus betul memperhatikan dan melihat realitas lapangan apa yang terjadi dan apa yang menjadi keluhan dari masyarakat. Masyarakat tidak bisa berbuat banyak dengan adanya pandemi covid-19 ini dan banyak akses yang hilang menyebabkan banyaknya kerugian yang terjadi khususnya petani kita dimana situasi seperti saat ini pelaku usaha yang lain masih bisa stabil karena kecanggihan teknologi tapi petani kita mengalami kondisi sebaliknya dikarenakan kemampuan teknologi dikalangan petani Indonesia masih rendah, oleh karena itu penanganan hal ini pemerintah harus lebih proaktif aktif melihat petani kita dan menyediakan pasar yang adil begitupula kesejahteraan konsumen yang kini merana.
Penulis : Yusran